Sebuah pengakuan yang (mungkin)
tak berarti buatmu. Biar sajalah, aku pun sebenarnya tak mau mengusikmu. Kurasa
memang kamu telah bahagia di sana, entah masih sendiri atau dengan orang lain
yang (jauh) lebih baik dariku. Jujur saja, aku belum pernah sejauh ini untuk mencari perhatian seseorang.
-
Stalking, did i stalk you? Yes
Jadi
selama ini aku stalking kamu?, iya. Aku selalu memperhatikanmu dengan apapun
dan bagaimanapun caranya. Tapi setidaknya aku selalu mengirim “request”
terlebih dulu. Agar kamu tahu aku bukan mengendap-endap untuk memperhatikanmu. Walaupun
akhirnya saat itu kamu sudah sampaikan padaku kalau kamu risih dengan
tingkahku. Sekarang aku terima saja bila nanti aku masuk dalam blocklist mu. Dalam
benakku, mungkin kau hanya tak ingin aku melihatmu seandainya saja kau telah
bersama yang lain. Ataupun melihatmu mencurahkan segala kebencianmu padaku di
sosial media. Aku malah jadi ragu, kau menolak setiap requestku dan mengirim
pesan bahwa aku tak usah lagi berusaha mencari tahu. Tetapi jika kuperhatikan, mengapa
kicauanmu seolah menanggapi kicauanku? Padahal kau sudah bilang bahwa kau
benci padaku dan tak mau mengenalku lagi. Bagaimana bisa?
-
In every your Socmed? Yes
Di setiap
sosial mediamu? Iya. Aku memperhatikan setiap akun yang kau punya. Tak bisa kupungkiri
lagi. Aku memang masih terbayang tentang semuanya.
-
What for?
Untuk
apa? Jawabannya jelas, agar aku tau bagaimana keadaanmu saat ini. Walaupun aku
tahu itu mungkin justru membuatku sakit. Tapi aku masih berharap bisa
membicarakan ini langsung denganmu, tak perlu lagi lewat tulisan-tulisan ini,
walaupun mungkin itu akan menjadi percakapan terakhirku denganmu.
-
Did i ever think about what you feel? Always
Apakah
aku pernah memikirkan perasaanmu? Selalu. Dibalik semua hal buruk yang
kulakukan, aku selalu memikirkan bagaimana perasaanmu nanti. Namun pada
akhirnya tetap kulakukan. Bodoh bukan? Memang begitulah aku. Aku terlalu bodoh
untuk mengerti.
-
I left you that day, why?
Aku meninggalkanmu
waktu itu, mengapa? Aku sedang tak bisa berpikir jernih waktu itu. Orangtuaku menginginkan
agar aku mendapat pendamping yang bukan orang jauh. Disisi lain aku tak bisa
mengabaikan keadaan waktu itu.
-
Did i feel sorry? Yes, but i just sorry, and
i can’t go back
Menyesal?
Iya, tapi aku hanya menyesal, dan aku tak bisa kembali. Setidaknya tidak dengan
kebencianmu. Aku menyesal untuk melalaikan kepercayaanmu padaku. Aku menyesal
dengan memilih ego ku, dan tak bersikap terbuka padamu. Dan kupikir sekarang
kau tak mungkin sendiri. Wanita sebaik dirimu, tak mungkin masih sendiri untuk
waktu yang lama.
-
Left you and turn back for my Ex? I don’t
think so
Meninggalkanmu
dan kembali pada mantanku? Kukira tidak. Seandainya kau ingat, “bantu aku
membencimu”. Ditengah kegalauanku, mantanku, salah satu pelarianku. Asal tahu
saja, waktu itupun walau yang kau tahu aku kembali padanya, kami tak pernah ada
deal untuk kembali bersama. Walaupun itu yang teman-temanmu katakan. Aku hanya
mencari tempat untuk sejenak melupakan keresahanku. Itu saja. Sampai suatu
ketika kau kirim pesan bahwa kau kecewa atas perbuatanku dan tak ingin lagi
mengenal bahkan melihatku lagi. I’m speechless.
sejujurnya aku paham kebencianmu, aku terima perlakuanmu setelah apa yang aku perbuat. karena aku pun pasti melakukan hal yang sama jika aku jadi dirimu. tapi, apa yang akan kau lakukan jika kau jadi diriku?
sejujurnya aku paham kebencianmu, aku terima perlakuanmu setelah apa yang aku perbuat. karena aku pun pasti melakukan hal yang sama jika aku jadi dirimu. tapi, apa yang akan kau lakukan jika kau jadi diriku?