Wednesday 12 November 2014

My Confession


Sebuah pengakuan yang (mungkin) tak berarti buatmu. Biar sajalah, aku pun sebenarnya tak mau mengusikmu. Kurasa memang kamu telah bahagia di sana, entah masih sendiri atau dengan orang lain yang (jauh) lebih baik dariku. Jujur saja, aku belum pernah sejauh ini untuk mencari perhatian seseorang.
 
-          Stalking, did i stalk you? Yes
Jadi selama ini aku stalking kamu?, iya. Aku selalu memperhatikanmu dengan apapun dan bagaimanapun caranya. Tapi setidaknya aku selalu mengirim “request” terlebih dulu. Agar kamu tahu aku bukan mengendap-endap untuk memperhatikanmu. Walaupun akhirnya saat itu kamu sudah sampaikan padaku kalau kamu risih dengan tingkahku. Sekarang aku terima saja bila nanti aku masuk dalam blocklist mu. Dalam benakku, mungkin kau hanya tak ingin aku melihatmu seandainya saja kau telah bersama yang lain. Ataupun melihatmu mencurahkan segala kebencianmu padaku di sosial media. Aku malah jadi ragu, kau menolak setiap requestku dan mengirim pesan bahwa aku tak usah lagi berusaha mencari tahu. Tetapi jika kuperhatikan, mengapa kicauanmu seolah menanggapi kicauanku? Padahal kau sudah bilang bahwa kau benci padaku dan tak mau mengenalku lagi. Bagaimana bisa?
-          In every your Socmed? Yes
Di setiap sosial mediamu? Iya. Aku memperhatikan setiap akun yang kau punya. Tak bisa kupungkiri lagi. Aku memang masih terbayang tentang semuanya.
-          What for?
Untuk apa? Jawabannya jelas, agar aku tau bagaimana keadaanmu saat ini. Walaupun aku tahu itu mungkin justru membuatku sakit. Tapi aku masih berharap bisa membicarakan ini langsung denganmu, tak perlu lagi lewat tulisan-tulisan ini, walaupun mungkin itu akan menjadi percakapan terakhirku denganmu.
-          Did i ever think about what you feel? Always
Apakah aku pernah memikirkan perasaanmu? Selalu. Dibalik semua hal buruk yang kulakukan, aku selalu memikirkan bagaimana perasaanmu nanti. Namun pada akhirnya tetap kulakukan. Bodoh bukan? Memang begitulah aku. Aku terlalu bodoh untuk mengerti.
-          I left you that day, why?
Aku meninggalkanmu waktu itu, mengapa? Aku sedang tak bisa berpikir jernih waktu itu. Orangtuaku menginginkan agar aku mendapat pendamping yang bukan orang jauh. Disisi lain aku tak bisa mengabaikan keadaan waktu itu.
-          Did i feel sorry? Yes, but i just sorry, and i can’t go back
Menyesal? Iya, tapi aku hanya menyesal, dan aku tak bisa kembali. Setidaknya tidak dengan kebencianmu. Aku menyesal untuk melalaikan kepercayaanmu padaku. Aku menyesal dengan memilih ego ku, dan tak bersikap terbuka padamu. Dan kupikir sekarang kau tak mungkin sendiri. Wanita sebaik dirimu, tak mungkin masih sendiri untuk waktu yang lama.
-          Left you and turn back for my Ex? I don’t think so
Meninggalkanmu dan kembali pada mantanku? Kukira tidak. Seandainya kau ingat, “bantu aku membencimu”. Ditengah kegalauanku, mantanku, salah satu pelarianku. Asal tahu saja, waktu itupun walau yang kau tahu aku kembali padanya, kami tak pernah ada deal untuk kembali bersama. Walaupun itu yang teman-temanmu katakan. Aku hanya mencari tempat untuk sejenak melupakan keresahanku. Itu saja. Sampai suatu ketika kau kirim pesan bahwa kau kecewa atas perbuatanku dan tak ingin lagi mengenal bahkan melihatku lagi. I’m speechless.

sejujurnya aku paham kebencianmu, aku terima perlakuanmu setelah apa yang aku perbuat. karena aku pun pasti melakukan hal yang sama jika aku jadi dirimu. tapi, apa yang akan kau lakukan jika kau jadi diriku?